SQ Wahdah Cibinong Miliki Program Unggulan One Day One Page

Program One Day One Page membuktikan bahwa cinta Al-Qur’an tidak hanya lahir dari hafalan, tetapi juga dari kedalaman interaksi dengan maknanya

CIBINONG  WAHDAHEDUMAGZ.COM — Setiap malam Kamis selepas Isya, suasana Masjid Ibnu Katsir di Kompleks SQ Wahdah Cibinong terasa berbeda. Santri berkumpul bukan untuk sekadar mendengar ceramah satu arah, tetapi terlibat dalam Majelis Tadabbur, forum diskusi reflektif yang menjadi jantung dari program unggulan One Day One Page.

Melalui program ini, setiap santri diajak membaca satu halaman terjemahan Al-Qur’an setiap hari, kemudian menuliskan catatan singkat berupa “inspirasi tadabbur pilihan”. Catatan itu tidak berhenti di buku, tetapi dibawa ke majelis untuk dibahas bersama. Dari sini, lahirlah interaksi yang hidup: santri belajar memahami, mengikat makna, bahkan menghubungkan pesan Al-Qur’an dengan pengalaman pribadinya.

Program ini digagas oleh Ustadz Dr. Syamsuddin, M.Pd.I, Kepala Program Kepesantrenan SQ Wahdah Cibinong. Ia melihat, meski para santri menghabiskan waktu berjam-jam untuk menghafal Al-Qur’an, sering kali bacaan itu kurang disertai pemahaman. Karena itu, One Day One Page hadir untuk mengintegrasikan hafalan (tahfidz) dengan pemahaman (tafhim), agar santri tidak hanya menghafal, tetapi juga mencintai dan menghayati Al-Qur’an.

Sejak berjalan lebih dari 200 hari, program ini mulai menunjukkan hasil nyata. Banyak santri yang awalnya kesulitan mengekspresikan pikiran, kini lebih percaya diri menyampaikan makna yang mereka tangkap. Bahkan sebagian mengaku terbiasa meluangkan waktu, bukan sekadar menunggu waktu luang, untuk berinteraksi dengan Al-Qur’an.

Ke depan, SQ Wahdah Cibinong berencana mengompilasi catatan tadabbur santri menjadi sebuah antologi yang akan diluncurkan pada Hari Santri Nasional. Langkah ini tidak hanya mengabadikan jejak pemahaman para santri, tetapi juga menjadi inspirasi bagi lembaga pendidikan lain untuk menumbuhkan budaya literasi Qur’ani.

Program One Day One Page membuktikan bahwa cinta Al-Qur’an tidak hanya lahir dari hafalan, tetapi juga dari kedalaman interaksi dengan maknanya. Dari lembar demi lembar, para santri belajar bukan sekadar membaca, tetapi juga menanamkan cahaya Al-Qur’an ke dalam hati dan kehidupan mereka.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *